1. Ringkasan Teori
Pemikiran rasional dalam perencanaan merupakan proses identifikasi
potensi, kendala, permasalahan, kecenderungan perkembangan dan keterkaitannya
dengan kota-kota lain disekitarnya dalam suatu konstelasi regional. Sedangkan
dalam kegiatan implementatif merupakan suatu kegiatan pelaksanaan rencana dalam
bentuk program-program pembangunan. Sehingga, kebutuhan kota masa depan dapat
dimanifestasikan dalam bentuk fisik dan non fisik berupa sosial budaya, sosial
ekonomi, politik yang diwujudkan dalam rencana-rencana pembangunan kota.
Pendekatan rasional di dalam proses perencanaan membutuhkan sejumlah
pengetahuan untuk dapat membuat keputusan-keputusan yang logis dalam menelaah
semua alternativ yang ada. Mengedepankan rasionalitas, berarti sangat
menekankan pada cara atau proses berpikir secara tertib, logis dan menyeluruh.
Suatu proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah
pencapaian serta mengkaji berbagai ketidakpastian uang ada, mengukur kemampuan
(kapasitas) untuk mencapainya, dan kemudian memilih arah-arah terbaik serta
langkah-langkah dalam mencapainya. Sebagai pendekatan kyang rasional seringkali
didukung oleh berbagai alat (tools) analisis ilmiah dan teknologi guna
mendukung proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, maka suatu proses perencanaan dilakukan dengan menguji
berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan untuk mencapainya dan
kemudian memilih langkah-langkah untuk mencapainya. Secara umum tahapan-tahapan
proses dalam kerangka perencanaan rasioanl adalah dengan:
a. Identifikasi masalah
b. Menetapkan tujuan/sasaran
c. Identifikasi peluang dan hambatan
d. Memunculkan alternatif
e. Menetapkan pilihan dan melaksanakan.
2. Perencanaan Rasional & Studi Kasus
Produk rencana berupa rencana tata ruang yang berdimensi pada dimensi
waktu pelaksanaan. Oleh karena itu perencanaan kota harus mencerminkan kondisi
yang berkesinambungan. Karena dalam proses pelaksanaannya penyusunan dokumen
perencanaan tidak akan lepas dari kecenderungan perkembangan yang terdapat di
kota dan arahan pembangunan dari dokumen perencanaan di atasnya. Data yang
aktual menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan perencanaan.
Data merupakan suatu refleksi kondisi eksisting kota berupa “modal” awal
pengindetifikasian kondisi serta penyelarasan perencanaan dengan karakteristik
lokalnya. Kasus perencanaan di Indonesia, peran perencana dibatasi hanya sampai
kepada proses rasional dan prosedural. Perencana tidak bisa atau tidak mau
dalam memperjuangkan kepentingannyayang termanifestasi dalam produk yang dibuatnya.
Perencana yang bergerak dalam kepentingan politik, bukan seoran perencana
terjebak dalam kepentingan politik yang pragmatis. Tetapi perencana yang
menggunakan media politik sebagai media untuk memperjuangkan kepentingannya.
Perencana harus jelas menggunakan pedoman apa, berapa intensitas/ besaran
pedoman, dimana lokasi pedoman dilaksanakan, kapan dan kurun waktu pedoman
dilkasanakan, siapa stakeholernya, cara dan alat dalam melaksanakan pedoman,
dan tujuan dari pedoman tersebut. Para penyusun rencana membuat pedoman atau
instruksi yang kemudian disampaikan kepada publik atau privat.
Studi
Kasus
Produk perencanaan seperti RTRW
merupakan bentuk perencanaan rasional yang berisi model-model analisis yang
terlalu menekankan pada aspek fisik, teoritik dan parsial seringkali tidak
memberi manfaat yang signifikan di dalam menghasilkan keputusan terbaik.
Kegagalan beberapa produk perencanaan disebabkan karena model-model analisis
dalam pengambilan keputusan untuk studi tipologi suatu daerah menggunakan pedoman
umum yang digunakan secara seragam untuk semua daerah. Padahal seperti
diketahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku dan budaya dalam kehidupan,
penerapan rencana yang berisfat normatif dan seragam tersebut tentu saja tidak
efektif, ibaratnya RTRW adalah sebuah obat untuk semua “jenis penyakit yang berbeda”.
Berangkat pada pendekatan
pembangunan untuk mencapai hasil yang diharapkan, arus besar semestinya berada
pada pendekatan yang berorientasi proses lebih memungkinkan pelaksanaan
pembangunan yang berlandaskan kearifan lokal setiap daerah dan pembangunan
manusianya. Karena yang lebih penting bukan bagaimana hasilnya secara material,
melainkan bagaimana prosesnya sehingga hasil tadi diperoleh. Dalam pandangan
ini, keterlibatan massyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi,
melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan
kesadaran.
Beberapa daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang dapat
diterapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah seperti Kearifan lokal Suku Kajang,
Masuarakat Labuang Bajo, Pemeliharaan Lingkungan Masyarakat Kampung Naga dan
Subak Bali. Dengan membangun kearifan lokal maka akternatif rencana
dalam suatu wilayah akan tepat sasaran dan tingkat pelaksanaannya jauh lebih
besar. Dokumen perencanaan tidak lagi menjadi dokumen pelengkap sebagai bentuk
formalitas kegiatan perencanaan melainkan segala hal yang termaktub dalam
dokumen perencanaan dapat diterapkan di kehidupan masyarakat.
Lebih lanjut, partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat
masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga
sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan da
perumusannya. Hal ini mengakibatkan masyarakat ikut memiliki program tersebut
sehingga kemudian bertanggung jawab bagi keberhasilannya, oleh sebab itu
masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahap-tahap
berikutnya.
Kesimpulan
Kritik
terhadap teori:
Model-model analisis yang terlalu menekankan pada analisis fisik,
teoritik dan parsial seringkali tidak memberikan manfaat yang signifikan dalam
pengambilan keputusan terbaik. Pendekatan
alamiah nampak canggih, seringkali hanya dapat diterima secara rasional
oleh kalangan terbatas, terutama pihak teknorat dan perencana semata. Sedangkan
bagi masyarakat yang memiliki kapasitas dan pemahaman dan informasi yang
terbatas akan terjebak dalam rasionalnya sendiri yang berbeda dengan pihak
pengambil keputusan. Sehingga proses perencanaan seperti ini banyak melahirkan
hasil-hasil yang sering disebut sebagai fenomena “Master Plan Syndrome”, suatu fenomena dimana proses
perencanaan hanya sanggup meghasilkan dokumen-dokumen perencanaan namun tidak
dapat diimplementasikan di lapangan akibat tidak sesuai dengan realitas di
lapangan tidak (sulit) diphaminya
rencana yang dibuat sehingga menimbulkan salah tafsir atau ketidakpercayaan
sehingga menimbulkan banyaknya penolakan berbagai pihak yang berkepentingan di
masyarakat.
Dalam menghadapi permsalahan pembangunan yang semakin kompleks,
pencapaian pembangunan yang semamkin kompleks, pencapaian pengteahuan yang
“sempurna” dimanapun juga hampir tidak pernah dicapai. Akibat tidak dicapainya
informasi yang komprehensif adalah kegagalan dalam mengidentifikasi masalah
yang ada. Kegagalan ini berupa kegagalan menangkap isu yang berkembang
dimasyarakat dan kegagalan mempersatukan visi seluruh stakeholder.
Pembangunan
Masyarakat sebagai Pilot Proyek
Salah satu contoh bentuk yang pertama adalah pilot proyek Commila di
Pakistan Timur (Bangladesh). Pilot ini dirancang dan dilaksanakan oleh akademi
Pembangunan Pedesaandi bawah pimpinan Akther Hameed Khan di suatu wilayah yang
tergolong miskin (Soetomo,1981:112). Model pemerintahan lokal dilaksanakan
dalam bentuk pengurangan luas wilayah administratif dari setiap bagian thana
(satuan administratif setingkat desa). Dengan pengurangan luas wilayah setiap
tahun ini diharapkan program-program dapat dijalankan secara lebih efektif,
demikian juga komunikasi diharapkan dapat berjalan lebih baik.
Dalam setiap unit didirikan Pusat Latihan dan Pengembangan Thana (TTDC),
TTDC ini kemudian menjalankan peranan kunci dalam melaksanakan pilot proyek
karena di dalamnya wakil-wakil penduduk desa yang diharapkan menjadi agen
pembaruan secara periodik bertemu dengan staf akademik, dinas-dinas teknis dan
pejabat pemerintah daerah untuk membahas maslah-masalha pembangunan.
Disamping itu, TTDC ini juga berfungsi sebagai pusat latihan dan sarana
pengenalan ide baru. Pertemuan periodik yang melibatkan unsur pemerintah lokal,
dinas terkait dan wakil-wakil warga desa ini menjadi aktivitas yang hidup dan
populer dikalangan masyarakat terutama karena program-program yang kemudian
dikeluarkan cukup realistis dan menyentuh permasalahan masyarakat setempat.
Di dalam negeri sendiri program berskala nasional seperti CSR diharapkan
akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara berkesinambungan
dan melembaga. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan maka berbagai
persoalan dengan masyarakat dapat dibicarakan melalui proses dialog yang elegan
dan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.terlepas dari penerapan dan
kekurangannya, hal positif yang dapat dirasakan adalah program ini telah
membangkitkan semangat gairah dan pembangunan dikalangan masyarakat, khususnya
masyarakat desa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melaui strategi community
development lebih banyak potensi yang ada pada level komunitas dapat
diaktualisasikan, bahkan potensi yang sebelumnya terpendam dapat dianggkat ke
permukaan.